23 Agustus 2009

3S untuk S1 (Persiapan Meraih Sarjana)

Di semester akhir, mahasiswa selalu disibukkan dengan mata kuliah 6 sks yang bernama SKRIPSI. Mata kuliah dengan jumlah sks paling banyak. Tidak seperti mata kuliah yang lain, untuk sks yang satu ini tidak boleh dikerjakan dengan SKS (Sistem Kebut Semalam). Bisa-bisa langsung divonis "Tidak Lulus" sebelum ujian dimulai.

Skripsi, seminar, dan sidang sering kali menjadi momok bagi mahasiswa tingkat akhir. Bermula dari pencarian masalah, pemilihan judul skripsi, pengajuan konsep penelitian ke dosen pembimbing. Lalu dilanjutkan pembuatan kerangka penelitian kemudian proposal lengkap, pengajuan ke pembimbing. Tentu harus disyukuri kalau semua tahap awal skripsi dilalui dengan baik. Tapi juga harus lebih bersyukur kalau dalam melintasi tahapan-tahapan tersebut banyak menginjak batu kerikil. Dengan begitu, penelitian yang akan kita lakukan akan semakin matang. Allah tahu kemampuan masing-masing kemampuan hamba-Nya.

* Berawal dari masalah
Dari mana seharusnya memulai penelitian?? Jawaban singkatnya "dari masalah". Ingat tujuan bersekolah adalah untuk menuntut ilmu. Dengan ilmu tersebut diharapkan berbagai permasalahan kehidupan dapat teratasi sedikit demi sedikit. Lalu hubungannya dengan penelitian?? Ya, penelitian dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan tersebut dengan berdasar ilmu. Bukan awang-awang. Sederhana bukan. Oleh karena itu, ketika beberapa teman bertanya tentang judul penelitian apa yang cocok dengannya. Jawabannya pun sederhana, cari masalah disekitar lalu teliti dan beri solusi.

* Cari penelitian yang lalu
Mengunjungi perpustakaan dan menjelajah internet merupakan cara yang banyak digunakan peneliti untuk mencari berbagai informasi tentang masalah yang akan/sedang ditelitinya. Kalau suatu masalah sudah ada yang meneliti, buat apa diteliti lagi. Kecuali ada hipotesa yang berbeda atau perbaikan metode dapat memperbaiki penelitian sebelumnya.

Penelusuran informasi melalui internet kini semakin mudah dengan banyaknya perguruan tinggi yang menyediakan koleksi dijital mulai dari skripsi, disertasi, tesis, lomba karya ilmiah, penelitian hibah bersaing, dan sebagainya. Hanya diperlukan kesabaran dan kemauan membaca untuk dapat melakukannya. Tentunya, penelusuran koleksi dijital dapat menjadi dengan lebih efektif dan efisien dari pada berziarah dari satu perpus ke perpus lain. Namun sayangnya, tidak semua perpustakaan dijital mampu menyediakan dengan baik database penelitiannya.

Termasuk dalam hal ini adalah pencarian referensi atau yang lebih lazim dikenal dengan studi literatur/pustaka. Studi literatur ini yang nantinya akan dijadikan pijakan dalam penelitian. Membandingkan penelitian dengan yang lalu-lalu, mencari fakta-fakta ilmiah yang telah diungkap dalam penelitian-terkait sebelumnya, menelisik kelebihan dan kekurangan penelitian sendiri, termasuk juga mencari mitra koalisi dan oposisinya alias mencari fakta-fakta yang dapat mendukung dan melemahkannya ide penelitian.

* Penyusunan proposal
Tahapan ini usahakan jangan langsung sekali jadi. Bukan bermaksud memperlambat kelulusan, tapi malah untuk mematangkan apa yang akan diteliti nantinya. Biasakan diskusi dengan teman sekosan atau se-bimbingan, atau dengan siapa saja yang dianggap layak. Tentu dengan pembimbing juga. Dengan adanya diskusi ini, akan terjadi tukar pikiran yang berakibat pada semakin terbukanya jalan pikiran kita atas masalah yang akan diteliti. Dalam bahasa yang lain, yang kata orang lebih elit, dapat merangkai logika yang tercecer. Disini perlu diakui bahwa prosesor multicore dapat menyelesaikan tugas dengan lebih efisien.

* Mulai meneliti
Sebenarnya ini bukanlah pekerjaan inti, tapi tetap utama. Malah yang menjadi inti adalah perancangan penelitian itu sendiri. Jika dalam tahap perancangan sudah matang, di tahap ini peneliti tinggal melaksanakan saja apa yang telah dirancangnya. Sebaliknya, jika perancangan belum matang, tentu peneliti akan kesulitan melaksanakan penelitiannya. Tahap perancangan dimulai dari pencarian masalah (ide) sampai penyusunan proposal. Lantas, jika bukan pekerjaan ini, tapi kok tetap utama?? Ya iyalah, kalau peneliti tidak melewati tahap ini, hampir dipastikan (99%) peneliti akan sia-sia penelitianya karena tidak ada data yang didapat.

Di tahap ini, biasanya godaan terbesar muncul. Bagi yang penelitian bidang sosial, diduga keras akan menghadapi orang lain, sedangkan karakter orang berbeda-beda. Do'a dan usaha yang ulet tentu tidak lupa dilakukan. Yang penelitian bidang eksak, jangan dikira cobaannya sedikit. Coba tengok peneliti yang di laboratorium, misalnya, kadang kala harus rela tidak tidur berhari-hari hanya untuk menunggu satu atau dua perlakuan dari lima perlakuan yang akan diberikan. Tapi bagaimanapun, disitulah nikmatnya penelitian. Kata kawan, 'kalo gak gini gak namanya skripsi'.

Ada godaan lain yang juga tidak kalah menariknya. Bagi orang yang lemah imannya, godaan ini mungkin menjadi terlalu berat. Bayangkan, bisa jadi ia harus menjual 'kehormatannya'. Dan ini yang sering menjadi titik lemah mahasiswa. Apalagi kalau sudah dekat deadline, godaan jadi serasa teman. Kalau seseorang lulus (baca:berteman) dengan godaan ini, mau tidak mau ia akan bergelar A.MD (Ahli Manipulasi Data). Meskipun ia mahasiswa S1. Perjuangan selama 4 tahun harus diakhiri dengan menjual 'kehormatannya'. Sungguh tragis, berakhir dengan kebohongan.

Lantas bagaimana cara mengantisipasi agar data yang dihasilkan cantik? Pertama, bisa dengan memilih rancangan percobaan yang tepat. Lalu melakukan minimal dua kali ulangan dengan masing-masing ulangan duplo. Memperbanyak sampel juga bisa menurunkan resiko data jelek. Semakin banyak sampel berarti semakin 'mendekati' populasi, sehingga data yang dihasilkan semakin 'mendekati' sebenarnya. Dengan kata lain tingkat error-nya semakin kecil.

* Analisa hasil
Disinilah saat-saat yang paling menyenangkan, terutama bagi yang senang bercerita atau membuat novel. Aktor (baca: data) sudah ada, masalah juga. Tinggal mengembangkan cerita dari masalah dan aktor tersebut. Kemudian memberikan bumbu penyedap dalam cerita tersebut agar tetap ilmiah. Dengan mengutip pernyataan profesor X dalam jurnal Y, misalnya. Bagian ini memang benar-benar bagian yang paling menyenangkan. Peneliti 'bebas' berimajinasi dengan dasar-dasar teori dan fakta yang telah ia miliki. Bebas mengungkapkan dalam sastra ilmiah yang ia patuhi. Tapi ingat, jangan asal 'bercerita', karena 'cerita' tersebut akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan dan Publik. Jangan sampai 'kehormatan' yang telah dijual, kini diobral.

Berbagai dengan teman dan pembimbing diperbolehkan disini. Bahkan sangat dianjurkan. Jangan sampai cerita yang disusun melebar kemana-mana sehingga akhirnya tidak menemukan titik ujung. Atau teknik penyelesaian masalah yang tidak cantik sehingga membuat pembaca kabur setelah membaca dua halaman 'novel' anda. Imaginasi boleh bebas, tetapi kebebasan tetap ada batasnya. Cara penyampaian kata, penyusunan alur cerita (baca: alur analisa/pembahasan) menjadi sangat penting disini. Mungkin yang dimaksud A, tapi bisa jadi yang ditangkap pembaca B. Jadi sekali lagi, silahkan memanfaatkan teman dan pembimbing sebagai jasa konsultan gratis. Paling mentok cuma mengucapkan 'Terima kasih' dan 'Datang ya ke sidangku besok!!'

Ada satu poin yang menunjukkan apakah layak seseorang menyandang gelar ilmuwan, yakni kejujuran. Ilmuwan sejati akan selalu jujur dengan fakta-fakta yang ia dapatkan meskipun itu buruk. Karena dengan demikian, ia mendapat kesempatan untuk memahami bentuk lain dari ciptaan-Nya. Juga mendapat kesempatan untuk memperoleh lebih banyak hikmah alam semesta. Apalagi, seorang ilmuwan akan mendedikasikan pemikirannya untuk kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian, penambahan kata 'tidak' (pada fakta) berarti merubah kata kesejahteraan menjadi ke-'tidak'-sejahteraan.

Beberapa tahun yang lalu, disalah satu rubrik IPTEK di salah satu harian nasional, diberitakan kebohongan yang dilakukan seorang profesor dari Korea Selatan. Dalam penelitiannya tentang kloning, ia mennyatakan telah berhasil melakkan kloning dengan metode tertentu. Namun ternyata itu hanya rekayasa belaka. Foto-foto hasil percobaannya yang ditunjukkan ke publik merupakan hasil rekayasa. Maka ia harus rela melepas gelar keilmuannya disamping juga menerima sanksi moral. Dan tentu nanti di akhirat ... (silahkan dilanjutkan sendiri)

* LPJ
Sebagai bentuk dari tanggung jawab sebagai anggota masyarakat ilmiah, penelitian yang telah dilakukan pun harus dipertanggungjawabkan ke publik. Bentuknya bisa bermacam-macam, bisa melalui seminar, publikasi jurnal, buku, laporan skripsi bagi mahasiswa S1, dsb. Karena dalam daftar mata kuliah hanya tercantum skripsi dan seminar, maka disini hanya dibicarakan dua hal tersebut.

Seminar bisa dikatakan sebagai salah satu forum ilmiah. Yang berarti, semua yang dibicarakan dan dilakukan di dalamnya harus memenuhi syarat dan kaidah ilmiah. Misalnya, argumen yang diucapkan harus mempunyai dasar yang kuat, bahkan sangat direkomendasikan berbasis data (jika ada). Selain itu, cara berfikir yang digunakan pun harus ilmiah. Bisa memilih logika yang digunakan antar deduktif, induktif, gabungan keduanya, atau yang lain. Asalkan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau kata orang jawa 'ojo angger njeplak'. Memenuhi kaidah ilmiah berarti, dalam bertutur atau menanggapi pertanyaan dan pernyataan harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan forum, melalui moderator misalnya.

Setelah melalui sesi seminar, saatnya hasil penelitian diuji keabsahannya dalam forum tertutup (atau bisa juga terbuka). Inilah saat yang biasa disebut dengan nama sidang. Sebenarnya tidak ada yang spesial dari sidang ini, kecuali keputusan akhir dosen penguji yang 'menentukan' masa depan mahasiswa yang uji. Ibarat diantara dua pintu, kalau yang dibuka pintu kelulusan, bersyukurlah. Tapi kalau sebaliknya, ya konsekuensinya harus diterima dengan lapang dada. Tentunya akan ada banyak hikmah yang bisa diambil dari sana. Oleh karena itu, usaha, do'a, dan mental menjadi modal berharga.

Menjadikan seminar dan ujian skripsi (a.k.a sidang) sebagai momen evaluasi adalah pilihan yang tepat. Karena memang itulah salah satu tujuannya, untuk mengevaluasi seluruh rangkaian dan hasil penelitian agar menjadi lebih sempurna. Dengan demikian, celah kesalahan dapat diminimalkan. Sebaliknya, deg-degan dan menganggap seminar/sidang sebagai momok adalah pilihan terburuk. Karena hal ini merupakan salah satu upaya menutup pintu perbaikan yang juga berarti menutup pintu kebaikan. Padahal, kesempurnaan hanyalah milik Allah dan tidak diberikan pengetahuan (ilmu) kepada manusia melainkan hanya setetes air. Ikhlas memberi dan menerima adalah senjata ampuh menghadapi 2S (Seminar dan Sidang) ini.

* Kesimpulan
Ini adalah bagian paling umum (general) dari sebuah karya ilmiah. Pemilihan kata agar menjadi ringkas dan satu tafsiran harus diperhatikan. Namun yang paling penting dari bagian ini adalah jawaban atas pertanyaan yang diajukan dibagian pendahuluan (latar belakang, tujuan, dan rumusan masalah kalau ada). Jika pertanyaan yang diajukan di bagian pendahuluan terjawab dengan baik dan sempurna di kesimpulan, berarti senyum pun layak merekah di wajah anda.

* Niatkan semua karena Allah
Niat yang tulus hanya karena Allah semata akan membantu meneguhkan mental dan menstabilkan emosi. Juga membentengi diri dari cobaan-cobaan seperti di atas. Niatkan pula semua ini sebagai bagian dari menuntut ilmu, bukan bagian dari kewajiban yang mau tidak mau harus dilakukan untuk mendapatkan sarjana. Semoga Allah membimbing langkah kita, menunjukkan jalan yang benar, menganugerahkan ilmu yang bermanfaat, menjauhkan dari segala kesulitan dan mendekatkan kepada kemudahan.

Rabbisrahli shadri, wa yassirli amri, wahlul 'uqdatan millisani, yafqohu qouli.
Amin.



Oh ya, bagi yang belum tahu, skripsi merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus dijalani peserta didik strata satu untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya. Salah satu cara untuk menyelesaikan skripsi adalah dengan melakukan penelitian. CMIIW :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar